Berbahasa Sesuai dengan Ranah Pemakaiannya
Bahasa
dalam artikel ilmiah memiliki fungsi yang sangat penting. Hal itu disebabkan
bahasa merupakan media pengungkap gagasan penulis. Sebagai pengungkap gagasan,
bahasa dalam artikel ilmiah dituntut mampu mengungkapkan gagasan keilmuan
secara tepat sehingga gagasan penulis dapat ditangkap pembaca secara tepat.
Kesalahan penggunaan bahasa dalam artikei ilmiah menyebabkan gagasan yang
disampaikan penulis tidak dapat diterima pembaca. Boleh jadi, pemakaian bahasa
yang salah menyebabkan pemahaman pembaca bertoiak belakang dengan gagasan
penulis.
Sesuai
dengan ranah penggunaannya, bahasa Indonesia yang digunakan dalam artikel
ilmiah adalah bahasa Indonesia ilmiah. Oleh sebab itu, kaidah pemakaian bahasa
Indonesia ilmiah perlu mendapat perhatian khusus. Dilihat dari segi
performansinya, bahasa dalam artikei ilmiah adalah bahasa tulis. Hal itu
disebabkan artikel ilmiah merupakan salah satu bentuk karya tulis. Sebagai
bahasa tulis, kaidah bahasa tulis perlu mendapat perhatian khusus pula.
Sehubungan dengan hal di atas, paparan mengenai bahasa Indonesia tulis ilmiah
menjadi sentral pembahasan ini.
Penggunaan
bahasa Indonesia dalam artikel ilmiah ternyata tidak selalu benar. Berbagai
kesalahan sering ditemukan. Sebagai bekal/wawasan, pada akhir paparan ini
dibahas pula berbagai kesalahan yang sering muncul dalam penulisan artikel
ilmiah.
Dampak Globalisasi terhadap Sikap Bahasa
Globalisasi
sudah menjadi fenomena semesta; globalisasi, suka atau tidak suka, juga
mengubah sikap bahasa penutur Indonesia terhadap BI, terutama di kota-kota
besar di Indonesia, khususnya terhadap BI resmi, penggunaan BI resmi, termasuk
bahasa nasional, dianggap kurang bergengsi (kurang prestise), kurang nyaman (comfort),
kurang canggih, bahkan dirasakan kurang aksi/kurang bergaya (prestige motive).
Sikap ini juga terjadi pada media-media elektronik kita, dengan dalih era
globalisasi, mata-mata acara ditayangkan dengan bahasa Inggris, malahan
presenternya pun menggunakan bahasa gado-gado.
Demikian
pula halnya sikap bahasa terhadap bahasa daerah, bahasa daerah kita cenderung
telah tergusur karena penggunaan bahasa daerah dianggap kampungan. Sikap
seperti itu tidak boleh terjadi; ini amat berbahaya karena penggusuran terhadap
bahasa daerah akan berakibat terhadap tergusurnya kebudayaan daerah; hilangnya
bahasa daerah berarti hilangnya kebudayaan daerah. Itu akan menimbulkan
kekosongan/ kehampaan kebudayaan (cultural void), ini akan mencengkeram
masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, bahasa adalah jaringan sentral
kebudayaan, di samping sebagai salah satu produk kebudayaan itu sendiri.
Penggantian budaya yang sudah mapan dan berakar oleh budaya lain yang baru dan
asing bisa menjadi fatal; ini akan menjadi krisis identitas yang amat serius.
Konon masyarakat yang kehilangan budayanya akan dihinggapi penyakit kehilangan
kepercayaan diri; masyarakat itu akan selalu bergantung kepada orang lain, akan
mencari tuntunan orang lain di dalam membuat putusan-putusan.
Setakat
ini sikap bahasa yang lain adalah kecenderungn memberi gengsi tinggi terhadap
BI ragam rendah/ragam bahasa gaul, termasuk suka mencampur-campur unsur bahasa
asing, khususnya bahasa Inggris, di samping suka beralih-alih ke bahasa
tersebut, padahal konteks dan situasi komunikasi tidak menuntutnya. Dengan kata
lain, terdapat tumpang-tindih ranah penggunan bahasa. Ranah yang menuntut
penggunaan bahasa resmi disulih dengan bahasa ragam rendah/bahasa gaul; konteks
dan situasi interaksi resmi disulih dengan bahasa campur-campur atau dengan
konstruksi wacana yang penuh dengan interferensi dari nonbahasa Indonesia
resmi.
Secara
kasat mata, globalisasi juga menurunkan derajat kebakuan ragam bahasa
resmi: BI resmi mendapat gangguan dari bahasa asing, terutama bahasa utama
dunia, seperti bahasa Inggris; gangguan ini cenderung tampak pada tingginya
gejala interferensi (baik secara gramatikal maupun leksikal) dan gejala
campur-campur bahasa BI-BA/Inggris, termasuk pemanfaatan alternasi
(beralih/alih bahasa) yang sebenarnya tidak diperlukan/tidak dituntut dalam
situasi komunikasi yang sedang berlangsung. Yang lebih memprihatinkan adalah
bahwa globalisasi mengimplikasikan kecenderungan mengendurnya semangat
nasional pada generasi muda bangsa kita, terutama di kota-kota besar.
Sumber : http://daudp65.byethost4.com/mki/mki1.html
0 komentar:
Posting Komentar